Sumber: downtoearth
Penulis : Oleh Nabila Mulansari Putri (Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Rakyat Sipil, Opini - Menjadi salah satu identitas nasional Bangsa Indonesia, peranan dari Bahasa Indonesia tidak lain dan tidak bukan untuk mempersatukan seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas berbagai suku. Ragam suku budaya serta bahasa yang menyertainya membuat Bahasa Indonesia wajib dipelajari sebagai jembatan komunikasi bagi setiap suku. Pernyataan ini bahkan sudah disepakati sejak Indonesia belum merdeka, yaitu di tahun 1928 pada Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Dengan total tiga putusan yang termuat dalam Sumpah Pemuda, salah satunya berbunyi sebagai berikut, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”. Hal ini kemudian diperkuat dengan adanya Undang-undang Dasar 1945 Pasal 36 yang berbunyi, “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia,”.
Hampir 80 tahun sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, berbagai generasi pun lahir sebagai penduduk sekaligus penerus bangsa. Perkembangan generasi manusia juga dihiasi dengan perkembangan teknologi yang membawa perubahan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk penggunaan bahasa di tengah penduduk Indonesia. Memasuki era digital, perubahan aspek penggunaan bahasa di Indonesia dihiasi dengan keberadaan dari bahasa asing serta terbentuknya bahasa gaul (Sholihah & Ummah, 2023). Kedatangan dari dua hal ini kemudian berkembang menjadi tantangan berbahasa yang harus dihadapi oleh penduduk Indonesia.
Bahasa Asing dan Bahasa Gaul Menjadi Tantangan
Kedatangan dari bahasa asing serta bahasa gaul ini tidak benar-benar dimulai ketika Indonesia memasuki era digital, melainkan sudah ada sejak lama. Akan tetapi, perkembangan dari dua bahasa ini hingga menjadi tantangan bagi Bahasa Indonesia dimulai pada era globalisasi hingga sekarang. Bahasa asing yang dulu digunakan hanya untuk kepentingan tertentu, kini mulai menggeser keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari penduduknya. Hal ini dapat dilihat dari fenomena Bahasa Jakarta Selatan atau yang kerap disebut sebagai Bahasa Jaksel, bahasa sehari-harinya. Selain Bahasa Jaksel, penggunaan bahasa gaul yang seringkali memplesetkan bahasa baku juga turut menggeser keberadaan dari Bahasa Indonesia. Meskipun sejatinya masih bagian dari Bahasa Indonesia, penggunaan bahasa gaul dapat membuat seseorang kesulitan untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagaimana mestinya (Hikmah, 2023).
Pergeseran Bahasa Indonesia dari fungsinya sebagai bahasa ibu dari Warga Negara Indonesia tidak terlihat seperti hal yang membahayakan bagi persatuan bangsa. Meskipun pada hakikatnya bahasa asing dan bahasa gaul tetap akan menjadi penghubung dari setiap warga negara, pergeseran bahasa ibu ini menjadi indikator akan adanya ancaman terhadap identitas nasional. Hal ini menjadi indikator dari melemahnya jati diri bangsa serta rasa bangga terhadap kebudayaan lokal. Apabila Bahasa Indonesia selaku bahasa ibu sudah dikesampingkan dengan bahasa lain, kelestarian dari bahasa daerah pun ikut terancam. Maka dari itu, diperlukan adanya tindakan untuk membangun kembali kebiasaan berbahasa yang baik dan benar.
Peran Media Sosial
Kehidupan manusia di era digital membuatnya tak lepas dari kehidupan di dunia maya atau media sosial. Hal ini berkaitan dengan maraknya penggunaan bahasa asing serta bahasa gaul dalam bermedia sosial yang kemudian mengancam keberadaan dari Bahasa Indonesia. Akan tetapi, keberadaan dari media sosial tidak selamanya buruk bagi eksistensi dari Bahasa Indonesia. Meskipun menjadi salah satu media yang ikut andil dalam melemahkan kekuatan dari bahasa persatuan, media sosial juga dapat digunakan untuk mensosialisasikan kembali terkait penggunaan Bahasa Indonesia.
Tingginya frekuensi penggunaan dari media sosial membuat para penggunanya takut akan tertinggal dari tren atau hal-hal yang sedang ramai di dunia maya. Fenomena ini seringkali disebut sebagai Fear of Missing Out (FOMO), di mana seseorang akan dilanda kecemasan apabila tidak memegang smartphone mereka sebagai alat untuk mengakses media sosial (Dewi, Wahyuni, & Fitri, 2022). Apabila maraknya penggunaan bahasa asing dan bahasa gaul diakibatkan oleh banyaknya penggunaan bahasa tersebut di media sosial, maka fenomena FOMO pada media sosial pun dapat dimanfaatkan untuk mengembalikan eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Maka dari itu, marilah kita kembali menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bermedia sosial!
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, N. K., Wahyuni, & Fitri. (2022). ANALISIS INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DAN SOCIAL ENVIRONMENTTERHADAPPERILAKU FEAR OF MISSING OUT(FoMO). Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 11-20.
Hikmah, S. N. (2023). Fenomena Bahasa Gaul dan Eksistensi Bahasa Indonesia di Tengah Arus Globalisasi. Jurnal Multidisiplin Ibrahimy, 119-131.
Sholihah, E. A., & Ummah, N. A. (2023). Lemahnya Generasi Muda dalam Menguasai Bahasa Indonesia pada Era 5.0. Academia.
0 Komentar